Kisah Si N

Kehidupan Awal

Awal kehidupan saya sama seperti manusia pada umumnya (Normal), bahkan bahagia. Hidup di lingkungan yang harmonis dan taat beragama. Ayah saya seorang yang taat beragama, ibu adalah ibu rumah tangga. Hidup di lingkungan yang taat beragama, menuntun saya untuk belajar di sekolah  yang bernuansa agamis. Untuk memahami diriku, tidak bisa dilihat dari perilaku dan sifat semata. Seluruh kehidupan penuh dengan teka-teki. Oleh sebab itu tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainya. Kehidupan yang penuh dengan kehancuran kemudian menuntun saya ke dalam dunia kekelaman dan mulai memaknai kehidupan, sampai akhirnya saya menjadi orang gila. Oke, itu saya jelaskan terlebih dahulu, agar tidak ada orang yang salah faham. Mari kita lanjutkan bercerita.

Sebagai anak yang lahir dari keluarga yang harmonis dan bahagia, tentu itu membuat saya senang dan bahagia. Memiliki sodara kandung, perempuan dan laki-laki. Tetapi, kehidupan bahagia itu hanya bertahan sebentar. Kesedihan melanda kehidupan saya. Ayah saya meninggal, dan itu membuat kehidupan seolah serentak menjadi kelam. Tak lama setelah kepergian ayah, 1 tahun kemudian, adik yang saya cintai meninggal. Kepergian dua anggota keluarga dalam waktu dekat sungguh tak terbayang. 

Setelah kepergian sang adik, ibu saya memutuskan untuk tinggal dengan keluarganya. Hidup di lingkungan keluaraga ibu, membuat saya dikelilingi banyak sodara perempuan. Ketika hidup di lingkungan itu, saya masuk sekolah. Sekolah bermodel asrama dengan aturan yang ketat, membuat saya terkekang. Ketika hidup di sekolah, saya menjadi anak yang pendiam. Sejak kecil, saya membenci orang-orang yang suka mencela, mencuri dan berprilaku buruk. Beberapa tahun kemudian saya berpindah sekolah. 

Singkat cerita setelah lulus sekolah, saya melanjutkan ke Universitas. Di Perguruan Tinggi saya mengambil jurusan teologi dan filologi. Ketika hidup di lingkungan kampus dan kehidupan yang mulai dewasa, membuat saya lebih memaknai hidup sebagai sesuatu yang absurd. Keyakinan akan kepercayaan agama seakan mulai memudar sedikit demi sedikit. Melihat, begitu banyak orang yang saling membunuh atas nama Tuhan dan ajaran agama. Ketika itu ajaran Tuhan seolah kelam, karna orang-orang yang fanatis. Kemudian dengan latar belakang itulah kepercayaan saya luntur dan berhenti belajar di jurusan teologi. Mendengar kabar saya memutuskan untuk tidak belajar teologi, ibu sangat marah. Alasanya, ibu berharap saya mengikuti jejak ayah, yaitu menjadi orang yang taat beragama. 

Dengan kegemaran membaca, membuat saya untuk terus mendalami makna kehidupan yang sesungguhnya.  Karna mencoba mencari hakikat yang sesungguhnya, membuat saya terus menerus menyelidiki kebenaran pada suatu kepercayaan. 

Setelah menyelesaikan studi, saya mulai mengajar di salah satu Universitas.  Beberapa tahun kemudian, ketika hidup di dunia kampus, saya diminta untuk wajib militer (Aturan pemerintah saat itu). Begitu banyak pengalaman yang didapat pada saat mengikuti wajib militer tersebut. Akan tetapi, karna ketika itu saya mengalami sakit, maka kebijakannya mengizinkan untuk pulang dan beristirahat. Setelah meninggalkan wajib militer, saya putuskan untuk kembali ke Universitas dan menjadi tenaga pengajar kembali, hingga menyelesaikan studi berikutnya dan menjadi guru besar. Keadaan tubuh yang semakin melemah, membuat saya merasa mudah terkena penyakit. Sungguh keadaan tubuh yang seolah digerogoti, akibat tahan tubuh yang semakin hari semakin melemah. Penyakit yang saya derita mungkin sangat mematikan. Dari keadaan tubuh yang melemah tersebut, saya memutuskan untuk berhenti menjadi pengajar dan pensiun. 

Periode Mengembara dan Pencarian Makna

Tentang Tuhan

Dengan uang hasil pensiun yang sangat kecil, saya harus menjadi manusia yang nomaden. Penyakit yang saya alami memaksa saya untuk mencari iklim yang baik bagi tubuh. Karna jika tidak, penyakit yang diderita akan kambuh kembali. Sering kali saya berpindah tempat tinggal karna alasan cuaca yang tidak cocok untuk penyakit yang diderita. Menderita penyakit mengharuskan saya melakukan pengembaraan yang terus menerus, membawa saya singgah dibeberapa negara. Mulai sejak pengembaraan itulah, saya menulis dan mencari makna.

Sejak pengembaraan serta proses pemaknaan hidup, fikiran yang terus menelusuri kebenaran seakan dirongrongi dengan berbagai jenis fenomena keagamaan. Terlihat banyak manusia seolah memalsukan kebenaran atas nama agama. Ajaran agama seolah dijadikan doktrin untuk membunuh seseorang. Ajaran Tuhan telah dipalsukan demi kepentingan manusia. Banyak orang yang memandang bahwa apa yang dirinya ungkapkan adalah kebenaran absolut yang berlandaskan ajaran Tuhan. Mereka menjajah, membunuh, mengolok-olok, dan bersumpah atas nama Tuhan. Kepalsuan ajaran tuhan yang terus dikoarkan demi kepentingan, menjadikan  kebenaran akan Tuhan telah mati. Yah, Tuhan memang sudah mati. Kebenaran ajaran Tuhan yang terus dipalsukan manusia, menyebabkan Tuhan telah mati di mata manusia karna terus menerus dipalsukan. Siapa yang membunuh Tuhan?, Manusia itu sendiri. Saya mengatakan kita semua sudah mulai memasuki faham nihilistik. Kebenaran sejati sudah tertutup oleh dusta manusia yang mengatas namakan Tuhan. Tak ada pegangan hidup manusia terhadap kebenaran, karna sumber kebenaran sudah tertutup sehingga Tuhan selaku sumber kebenaran telah dibunuh. 

Tentang Cinta

Soal cinta memang selalu ada di dalam hati setiap manusia. Dunia seolah berwarna ketika saya bertemu dengan seorang cerdas yang saya temukan itu membuat diri ingin memilikinya. Namanya adalah Lou. Kecerdasan yang dia miliki seolah membuat saya ingin lebih dekat dengannya. Yah, saya coba mendekatinya. Selain mengenal dia, saya juga mengenal seorang yang bernama Ree, kemudian nanti akan menjadi teman saya juga. Setelah mengenal mereka berdua, kami menjalin pertemanan yang erat. Sekian waktu yang dilalui, kita terjebak dalam cinta segitiga. Teman saya Ree mengirimkan surat yang menuliskan bahwa dia menyukai Lou. Tapi, dia yang saya cintai justru malah mencintai teman saya. Mengetahui hal itu, saya coba menyatakan secara langsung kepadanya.  Hal tak terduga terjadi, yang sebelumnya tidak pernah saya bayangkan. Dunia seolah berhenti memancarkan warnanya. Memang, sebelumnya saya sudah tau bahwa akan ditolak. Ada yang lebih menyakitkan, ketika dia membalas perasaan saya dengan selembar surat yang berisi jawaban. Lou membalas surat saya,“Saya akan menerima cintamu, jika kau mengijinkan aku menikah dengan Ree”.  Sungguh jawaban yang menyakitkan bagi saya. Bentuk fisik memang menjadi salah satu poin dalam memilih. Yah, saya anggap dia memandang fisik. Lou memilih Ree dari pada saya. Kegagalan cinta memang sungguh menyakitkan. Ditolak oleh seorang yang ingin kita miliki seolah duri yang menusuk daging. Cinta yang ada pada diri saya bukanlah cinta sesaat semata, melainkan cinta yang tidak mudah tumbang. Hal ini membuat saya hidup dalam kekelaman yang kemudian menjadikan saya tidak pernah mencintai orang lain sampai akhir hayat

Tentang Kebenaran

Bagi sebagian manusia, hidup adalah tragedi dan bagi sebagianya lagi adalah komedi. Sejak kecil sudah merasakan ditinggal seorang ayah dan adik laki-laki. Terkena penyakit yang mematikan, membuat saya harus mengembara mencari cuaca yang cocok dengan tubuh, menyendiri dalam kekelaman akan kesendirian, kehilangan arah akan pegangan hidup dari Tuhan, hingga ditolak seseorang yang saya dambakan. Meresapi kesendirian dan keterasingan dunia memang menyakitkan. Saya sadar bahwa kematian memang di depan mata. Penyakit yang mematikan terus menggerogoti tubuh ini. Setiap tragedi mungkin menyimpan makna yang sangat mendalam, dan makna itu yang harus terus kita cari. Tapi saya yakin, di dalam diri manusia memiliki kekuatan untuk terus bertahan dalam menghadapi keadaan apapun. Penolakan itu memang menyakitkan, mungkin saya akan menjalani kehidupan ini dengan cara mengembara sendirian demi bertahan hidup.

Manusia merupakan makhluk yang mempunyai kehendak dan tak termakan oleh takdir. Segala sesuatu kekelaman yang menimpah pada manusia mampu dihadapi oleh manusia itu sendiri. Saya ingin coba membuktikan bahwa manusia bisa melakukan sesuatu yang ia kehendaki melalui kisah kelam saya. Kehilangan pegangan atas kebenaran karna terus dipalsukan, menuntut saya untuk mencari kebenaranya sendiri.  Manusia harus melampaui keadaan yang sebelumnya, melepaskan segala ajaran kepercayaan yang mengikat dan bersifat kebohongan. Menjadi manusia yang seutuhnya, makhluk yang terus menyempurnakan dirinya serta menciptakan yang nilai baru pada dirinya. Ubermensch adalah yang saya ingin contohkan dan ajarkan. Apa yang saya sebut dengan Ubermensch?  Adalah manusia yang melampaui. Mereka adalah manusia yang terus menciptakan nilai yang baru, menjadi penanggung jawab dari masa depan. Menciptakan nilai manusia sebagai makhluk yang ada di bumi serta mempertanggung jawabkan itu semua. Nilai yang saya maksud adalah nilai yang tak absolut atau nilai yang tak harus dibela mati matian hingga tak ada yang disebut fanatisme. Manusia harus menciptakan nilainya sendiri dan bertanggung jawab atas nilai itu. Menciptakan sesuatu yang baru dan menemukan terus hal yang belum ditemukan. Ada keunggulan dalam diri manusia, yaitu berkehendak sesuai dengan pilihannya dan kehendak itulah manusia bisa menjadi makhluk yang seutuhnya agar kita tidak hidup dalam nihilistik.

Di dalam kisah hidup yang menghampiri, saya ingin mengatakan bahwa kehidupan manusia ini penuh kekacauan. Mereka semua seolah hanya menginginkan sesuatu yang benar dan menafikan sesuatu yang salah. Di dalam penjelasan ini saya ingin menjelaskan tentang keadaan manusia yang ada dalam pendapat saya. Kebenaran dan kesalah itu berada dalam posisi yang sama. Apa maksudnya ? Oke, saya jelaskan. 

“Manusia hanya mengakui bahwa dirinya benar dan tidak mau mengakui bahwa dirinya salah. Padahal kebenaran dan kesalahan itu adalah sesuatu yang melekat pada manusia. Kita harus mengakui bahwa kebenaran sebagai kekuatan dan kesalahan merupakan kelemahan. Kekuatan yang harus dikembangkan dan kesalahan yang harus dipelajari”.

Memaknai kebenaran sebagai pengembangan diri dan kesalahan sebagai pelajaran diri. Baik kebenaran dan kelemahan itu memiliki fungsi yang baik bagi manusia. Akan tetapi realitas yang terjadi yaitu, manusia selalu mempertahankan kebenaran dan menghancurkan sesuatu yang salah, padahal kesalahan adalah sesuatu yang nantinya menjadi kebaikan, yaitu untuk pelajaran. Manusia selalu fanatik terhadap kebenaran secara absolut. Kebenaran seakan adalah sesuatu yang harus dibela mati matian, dan orang yang bersalah harus dicampakkan. Menganggap kebenaran sebagai satu satunya yang harus didapatkan manusia itu berarti memandang sebelah mata pada realitas. Karena tak mungkin ada kebenaran jika tak ada kesalahan. Apakah orang-orang akan menandingkan kebenaran dengan kebenaran? Tak mungkin.

Kehidupan yang kelam memang sesuatu yang menyakitkan. Tapi saya sadar, setiap tragedi yang singgah dalam hidup, walaupun bertubi-tubi itu saya anggap sebuah pelajaran. Saya tak pernah menyalahkan keadaan, kehidupan memang seperti ini dan itu harus dijadikan pelajaran. Orang lain terkadang memandang saya sebagai manusia yang sesat, nihilsme, tak punya pegangan. Saya hanya menjelaskan bagaimana orang-orang berbohong, membunuh, menipu atas nama Tuhan, itu saya anggap bentuk dari pembunuhan Tuhan. Nihilisme yang selalu dilontarkan, padahal saya bukan nihilis. Tak punya pegangan kepercayaan, padahal saya hanya ingin menjelaskan kenapa kita selalu menafikan kesalahan padahal itu adalah bagian dari manusia. Yah, itu adalah Cerita dan fikiran dari N. Siapa itu N ?. N adalah inisial dari Nietzche Saya ingin menceritakan kisah dan fikiranya Nietzche ketika saya benar-benar menjadi dia. Bukan kah Nietzche pernah berkata, “Jika kau ingin memahami fikiran saya, maka kau harus menjadi dirinya”. Maka saya posisikan diri saya menjadi dia, agar lebih tau bagaimana ketika saya ada diposisi dirinya. Kita selalu menilai orang lain tanpa pernah merasakan bagaimana kita berada pada posisi orang lain. 

Menjadi Orang Gila

Niethzche mengembara dan hidup sendiri tanpa pasangan. Di akhir hidupnya, ia pakai untuk memaknai hidup dan menulis fikiranya. Setiap hari, ia selalu membawa kertas kemanapun untuk menulis aforis-aforisnya. Dengan penyakit mematikan yang diderita, ia terkena gangguan syaraf otak hingga akhirnya menjadi gila. Pada akhir hidupnya, kemudian ia dijemput oleh keluarganya dan akhirnya meninggal. 

Untuk memaknai hidup, memang manusia harus mendapatkan pengalaman otentik dari hidupnya. Fikiran yang dituliskan oleh dirinya adalah bentuk dari pengalaman hidupnya. Memang sulit memahami fikiran orang satu ini. Kita tak dituntut untuk masuk kedalam kekelaman hidup Nietzche yang kemudian menjadi landasan berfikirir dirinya. Perlu saya jelaskan. Fikiran saya bukan sama seperti Nietzche, di sini saya hanya ingin memahami dia, dan yang saya lakukan adalah menjadi dirinya.

Diterbitkan oleh N

Mahluk Pluto Penguasa Bumi

Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai